Evaluasi Klinis dan Neurofisiologis Terapi Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) Terpandu qEEG pada Kasus Ketergantungan Metamfetamin: Laporan Serial Kasus di Balai Besar Rehabilitasi BNN RI
This presentation will be featured at Indonesia 2025, on the 18.09.2025.
Authors:
Elvina Sahusilawane - Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Adre Mayza, Maharani - 2Kelompok Kerja Neurorestorasi Neuroengineering Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
Judul
Evaluasi Klinis dan Neurofisiologis Terapi Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) Terpandu qEEG pada Kasus Ketergantungan Metamfetamin: Laporan Serial Kasus di Balai Besar Rehabilitasi BNN RI
Latar Belakang
Ketergantungan metamfetamin merupakan masalah nasional dengan tingkat keberhasilan terapi yang bervariasi. Pendekatan inovatif seperti neuromodulasi diperlukan untuk meningkatkan efektivitas rehabilitasi. Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) merupakan teknik stimulasi otak non-invasif yang dapat memodulasi sirkuit otak yang terlibat dalam adiksi. Personalisasi target terapi menggunakan Quantitative Electroencephalography (qEEG) diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih optimal dengan menargetkan area disfungsi spesifik pada setiap individu.
Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk memperlihatkan perubahan neurofisiologis (qEEG) dan gambaran klinis setelah pemberian 10 sesi terapi TMS yang dipersonalisasi pada klien dengan ketergantungan metamfetamin yang sedang menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN.
Metode
Studi kasus ini menganalisis sebelas klien yang sedang menjalani program rehabilitasi. Setiap klien menjalani asesmen qEEG awal untuk melihat gambaran gelombang otak untuk menentukan lokasi target stimulasi TMS yang sesuai dengan gambaran klinis yang tampak. Intervensi diberikan sebanyak 10 sesi terapi TMS selama 10 hari berturut turut menggunakan protokol Continuous Theta Burst Stimulation (CTBS) dan/atau Intermitten Theta Burst Stimulation (ITBS). Evaluasi efektivitas dilakukan dengan membandingkan data sebelum dan sesudah rangkaian terapi TMS dengan menilai hasil qEEG dan gambaran klinis yang diambil melalui wawancara serta pengukuran instrumen GAD-7, PHQ-9, PSQI.
Hasil
Setelah 10 sesi terapi, 9 dari 11 klien (81,8%) mengalami perbaikan gejala klinis signifikan, disertai dengan perbaikan objektif pada gambaran qEEG. Satu klien (9,1%) menunjukkan perbaikan klinis, namun tidak ditemukan perubahan yang bermakna pada hasil qEEG-nya. Sementara itu, satu klien lainnya (9,1%), yang sejak awal tidak melaporkan keluhan klinis spesifik, juga tidak menunjukkan perubahan pada gambaran qEEG pasca-terapi. Hasil pengukuran instrumen menunjukkan bahwa untuk kecemasan (GAD-7), 10 klien mengalami perbaikan, 7 klien menunjukkan perbaikan untuk depresi (PHQ-9), dan untuk kualitas tidur (PSQI), 9 klien menunjukkan perbaikan.